”Bahasa
sebagai Alat Pencari Kerja”
Derasnya
arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan
dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan
budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa
Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas,
baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi.
Bagi
orang asing, belajar Bahasa Indonesia diperlukan sebagai alat untuk mendapatkan
sesuatu, misalnya pekerjaan, mengenal dan mempelajari budaya Indonesia,
berwisata, berbisnis, mencari data untuk kepentingan riset dalam rangka
memperoleh gelar, dan untuk kepentingan politik. Berbahasa Indonesia dengan
bahasa baku dalam mencari pekerjaan sangat dibutuhkan, karena sebuah perusahaan
tidak hanya menilai kemampuan intelektual atau keterampilan kita saja, tetapi tutur
bahasa kita juga dinilai oleh perusahaan tersebut. Kesan pertama yang
didapatkan oleh para penyaring calon pekerja yang dilalui oleh lamaran tertulis
dan/atau wawancara dengan pencari kerja tersebut adalah tutur bahasa kita dan
cara kita berkomunikasi dengan rekan kerja. Ketidaklancaran komunikasi antara
calon pekerja dengan penyaring calon pekerja tersebut cenderung ditafsirkan
sebagai ketidakmampuan tenaga pencari kerja tersebut untuk melaksanakan beban
kerja lowongan yang ada.
Bahasa
baku, termasuk lafal baku, dapat menjadi masalah jika ragam bahasa baku itu
dijadikan sebagai suatu prasyarat untuk bisa diterima sebagai tenaga kerja
dalam suatu lembaga atau perusahaan. Buruh-buruh di suatu pabrik atau
perkebunan serta pesuruh, tukang kebun, dan tenaga administrasi rendahan di
kantor-kantor tidak perlu dipersyaratkan menguasai bahasa Indonesia baku secara
lisan dan tertulis sama baik dengan mandor atau kepala bagian di kantor-kantor.
Selain
berbahasa Indonesia baku, juga dibutuhkan lancar atau paham berbahasa Inggris.
Pada zaman sekarang, hampir seluruh perusahaan di Indonesia membutuhkan kita
untuk bisa berbahasa Inggris.
Pada
lowongan pekerjaan yang ada di berbagai surat-kabar atau iklan kerja, tampak
jelas bahwa di samping kemampuan lain, bahasa Inggris telah menjadi
syarat utama perekrutan karyawan. Mencari kerja tanpa dibarengi kemampuan
bahasa Inggris yang menonjol, baik lisan maupun tulis, menyebabkan seseorang
menanggung kekhawatiran tertentu. Persyaratan kemampuan bahasa Inggris itu
seakan menjadi harga mati (fixed price) yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Bahasa
Inggris telah dianggap sebagai alat utama meningkatkan kinerja
seseorang. Entah benar atau salah asumsi demikian, fakta telah menunjukkan
kecenderungan bahwa seseorang yang berkemampuan bahasa Inggis buruk tidak akan
menemukan kemudahan dalam merintis atau meniti karir.
Bahasa
Inggris bukanlah satu-satunya kemampuan yang dituntut oleh pangsa pasar kerja.
Akan tetapi, bahasa Inggris tidaklah dapat dikesampingkan begitu saja—jika
seseorang tidak ingin “dikesampingkan” oleh pangsa kerja itu sendiri. Dengan
kalimat lain, berkemampuan bahasa Inggris yang bagus, lisan dan tulis, bukan
lagi tuntutan yang mewah dan bergengsi, melainkan sebuah kewajaran dan (bahkan)
keharusan. Dengan bantuan kemampuan bahasa Inggris yang
memadai, kita akan memperoleh kemudahan dalam merintis suatu karir
dan sekaligus mengembangkan karir tersebut.
Sumber :