PENDIDIKAN
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan
memiliki kemajuan seiiring berjalannya
waktu. Berkembangnya teknologi dikarenakan sumber daya manusia yang baik. Sumber
daya manusia dihasilkan dari pendidikan seseorang sejak dini. Indonesia
merupakan salah satu Negara berkembang tetapi Indonesia dalam bidang pendidikan
dapat dikatakan tidak sukses, dapat dibuktikan dari siswa/siswi Indonesia yang
memilih menjalani pendidikan di luar negeri dari pada di negerinya sendiri.
Kualitas pendidikan di Indonesia
saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO
(2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index),
yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan
penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia
Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati
urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant
(PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12
negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan
The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang
rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di
dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya
berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di
dunia.
Saat-saat ini pendidikan Indonesia sedang mendapat
perhatian dari banyak kalangan masyarakat bukan hanya karena prestasinya tetapi
lebih kepada kualitas dari pendidikan itu dan juga fasilitas yang diberikan
pemerintah. Fasilitas yang diberikan pemerintah tidak merata untuk setiap
daerah, terlihat dari pendidikan di kota-kota besar lebih mendapat fasilitas
dari pada pendidikan yang terdapat di daerah-daerah terpencil. Seharusnya semua
anak di Indonesia di setiap daerah berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan
fasilitas yang baik dari pemerintah, karena ini juga untuk masa depan bangsa
Indonesia untuk mengembangkan sumber daya manusia.
Permasalahan pendidikan di Indonesia cukup banyak,
dilihat dari berita-berita di media cetak maupun elektronik yang sedang
mengangkat keadaan pendidikan di Indonesia, berita-berita yang ada merupakan
keadaan nyata di Indonesia yang sebelumnya tidak dipublikasikan, tetapi semakin
dengan meningkatnya teknologi berita-berita itu mudah sekali untuk di publikasikan
kepada masyarakat Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
Dalam tulisan ini akan membahas beberapa
permasalahan yang timbul dalam pendidikan di Indonesia, yaitu :
1.
Bagaimana ciri-ciri pendidikan di
Indonesia ?
2.
Bagaimana keadaan pendidikan di
Indonesia ?
3.
Bagaimana perkembangan kualitas
pendidikan di Indonesia ?
4.
Apa saja permasalahan yang ada dalam
berjalannya pendidikan di Indonesia ?
5.
Faktor apa saja yang mempengaruhi
permasalah yang ada ?
6.
Bagaimana solusi dalam menghadapi
permasalahan yang ada ?
BAB II. PERMASALAHAN
1.
Ciri
– Ciri Pendidikan di Indonesia
Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu
tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia
yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk
kepentingan bangsa Indonesia. Aspek keTuhanan sudah
dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui pendidikan-pendidikan agama di
sekolah maupun di perguruan tinggi, melalui ceramah-ceramah agama di
masyarakat, melalui kehidupan beragama di asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar
agama dan ketuhanan di televisi, melalui radio, surat kabar dan sebagainya.
Bahan-bahan yang diserap melalui media itu akan berintegrasi dalam rohani para
siswa/mahasiswa.
Pengembangan
pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan
tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para
siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah,
menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.
Di Indonesia sendiri diajarakan cara
bersopan santun terhadap orang lain, bagaimana bersikap dan bertutur kata kepada
orang tua, teman, guru dan juga kepada diri sendiri. Cara bersopan santun sudah
mulai diajarkan kepada anak/siswa sejak dini.
2.
Keadaan
pendidikan di Indonesia
Secara umum pendidikan dapat diartikan usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Tujuan pendidikan yaitu menciptakan seseorang yang
berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk
mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu beradaptasi secara secara
cepat dan tepat di dalam berbagi lingkungan.
Tujuan pendidikan ini sudah mencakup seluruh aspek
individu yang perlu dikembangkan dan ditumbuhkan. Mulai dari spiritual,
kepribadian, pikiran, kemauan, perasaan, keterampilan, sosial, sampai dengan
jasmani dan kesehatan perlu dilayani untuk dikembangkan dan ditumbuhkan. Inilah
yang dimaksud dengan perkembangan total, mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya.
Tujuan
pendidikan sangat jelas terlihat, tetapi jika pendidikan di Indonesia tidak
dapat berkembang dan mengikuti zaman teknologi yang terus berkembang tujuan
pendidikan itu hanya angan-angan saja. Untuk daerah-daerah kecil di Indonesia
mendapatkan pendidikan yang layak itu sulit, jika pendidikan saja sulit
didapatkan tidak akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan
berkarakter.
Beberapa
langkah yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia, antara lain :
a.
Meningkatkan akses terhaddap masyarakat
untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia yang dapat dilihat dari angka
partisipasi.
b.
Menghilangkan ketidakmerataan dalam
akses pendidikan, seperti dikota dan didesa.
c.
Meningkatkan mutu pendidikan dengan
meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata
kelulusan dalam ujian nasional.
d.
Pemerintah akan menambah jumlah jenis
pendidikan dibidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan untuk menyiapkan
tenaga siap pakai yang dibutuhkan dalam dunia kerja.
e.
Pemerintah berencana membangun
infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan sekolah-sekolah.
f.
Pemerintah juga meningkatkan anggaran
pendidikan.
g.
Penggunaan teknologi informasi dalam
aplikasi pendidikan.
h.
Pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk
bisa menikmati fasilitas pendidikan.
Pemerintah telah melaksanakan kewajibannya terhadap
rakyatnya dengan menyelenggarakan pendidikan, apalagi dengan adanya dogma
“mencerdaskan kehidupan bangsa” yang tertulis dalam mukadimah UUD 1945.
Pendidikan model pemerintah yang ditawarkan kepada rakyat melalui
lembaga-lembaga pendidikan, sudah memberikan konstribusi banyak terhadap
bangsa, mulai dari jenjang paling bawah sampai paling tinggi. Anggaran
pendidikan pun menjadi fokus utama usaha pemerintah dalam penataan anggaran
belanja negara, kualitas guru ditingkatkan, dan dilakukannya
pembenahan-pembenahan lain agar pendidikan di Indonesia dapat membuahkan hasil
yang diharapkan. Namun, dalam upaya pemerintah ini tidak luput dari
permasalahan-permasalahan yang telah menyebabkan kondisi pendidikan di
Indonesia yang bervariasi.
Kondisi pendidikan di Indonesia dipengaruhi beberapa
hal yang menyerangnya, yaitu politisasi pendidikan, komersialisasi pendidikan,
sekulerisasi pendidikan, dan overspesialisasi pendidikan
Di Indonesia cukup banyak sekolah dan universitas masuk kriteria memiliki
sarana bagus, kurikulum pelajaran mencontoh negara maju dan jumlah
pengajar dengan gelar bergengsi lulusan luar negeri atau sekolah ternama (serta
yang harus dibenahi juga cukup banyak), sehingga nampaknya pendidikan Indonesia
sudah unggul. Namun dalam hal apa pun, termasuk pendidikan, ukuran keunggulan
sesungguhnya adalah kualitas, bukan kuantitas. Jika hanya copy-paste
ilmu pengetahuan dan teknologi dari negara atau pengajar lain kemudian
diajarkan kembali, tidak mungkin unggul dibanding negara atau pengajar asalnya.
Contoh, Di akademi hasil
penelitian S(trata)1 skripsi, S2 thesis dan S3 disertasi dianugerah gelar
akademi. Kategori ukuran kualitas nilai disertasi yaitu :
a.
summa cum laude, jika penelitian menghasilkan (alat sistem ilmu
pengetahuan) teori baru,
b.
cum laude, jika mengoreksi teori atau pendapat orang lain,
c.
sangat memuaskan,
apabila melengkapi teori atau pendapat orang lain, dan
d.
memuaskan, jika
hanya membenarkan teori/pendapat orang lain. Artinya, (kuantitas) gelar itu
penting, tetapi (kualitas) hasil penemuan jauh lebih penting. (Gelar berkenaan
kehormatan, sedang hasil berkenaan penghargaan.
Sejarah membuktikan banyak orang yang berpengaruh
besar bagi kemajuan dunia dengan keadaan sarana terbatas, merombak ilmu
pengetahuan (dan teknologi) yang ada dan belajar sendiri. Kadang, mereka orang
biasa dan tidak berpendidikan formal di bidang itu. Hanya saja dengan susah
payah, kerja keras dan pantang menyerah. Intinya, tanpa ada milik (Indonesia) sendiri
penemuan baru materi ajar paling unggul di bidangnya, tak akan pernah unggul
dari yang lain. Ini yang susah
dan harus dicari.
3.
Perkembangan
Kualitas Pendidikan di Indonesia
Perkembangan kualitas pendidikan di
Indonesia telah berlangsung dalam empat era yaitu : Era kolonial, Era Orde
Lama, Era Orde Baru, dan Era Reformasi.
a.
Era
Kolonial
Pada
jaman kolonial pendidikan hanya diberikan kepada para penguasa serta kaum
feodal. Pendidikan rakyat cukup diberikan untuk memenuhi kebutuhan dasar
penguasa kolonial. Pendidikan diberikan hanya terbatas kepada rakyat di
sekolah-sekolah kelas 2 atau ongko loro tidak diragukan mutunya. Sungguhpun
standar yang dipakai untuk mengukur kualitas rakyat pada waktu itu diragukan
karena sebagian besar rakyat tidak memperoleh pendidikan, namun demikian apa
yang diperoleh pendidikan seperti pendidikan rakyat 3 tahun, pendidikan rakyat
5 tahun, telah menghasilkan pemimpin masyarakat bahkan menghasilkan
pemimpin-pemimpin gerakan nasional. Pendidikan kolonial untuk golongan
bangsawan serta penguasa tidak diragukan lagi mutunya. Para pemimpin nasional
kita kebanyakan memperoleh pendidikan di sekolah-sekolah kolonial bahkan
beberapa mahasiswa yang dapat melanjutkan di Universitas terkenal di Eropa.
Dalam sejarah pendidikan kita dapat katakana bahwa intelegensi bangsa Indonesia
tidak kalah dengan kaum penjajah. Masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia
pada waktu itu adalah kekurangan kesempatan yang sama yang diberikan kepada
semua anak bangsa. Oleh sebab itu di dalam Undang Undang Dasar 1945 dinyatakan
dengan tegas bahwa pemerintah akan menyusun suatu sistem pendidikaan nasional
untuk rakyat, untuk semua bangsa.
b.
Era
Orde Lama
Masa revolusi
pendidikan nasional mulai meletakkan dasar-dasarnya. Pada masa revolusi sangat
terasa serba terbatas, tetapi bangsa kita dapat melaksanakan pendidikan
nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Kita dapat merumuskan
Undang Undang Pendidikan No. 4/1950 junto no. 12/ 1954. Kita dapat membangun
sistem pendidikan yang tidak kalah mutunya. Para pengajar, pelajar melaksanakan
tugasnya dengan sebaik-baiknya walaupun serba terbatas. Dengan segala
keterbatasan itu memupuk pemimpin-pemimpin nasional yang dapat mengatasi masa
pancaroba seperti rongrongan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sayang
sekali pada akhir era ini pendidikan kemudian dimasuki oleh politik praktis
atau mulai dijadikan kendaraan politik. Pada masa itu dimulai pendidikan
indoktrinasi yaitu menjadikan pendidikan sebagai alat untuk mempertahankan
kekuasaan Orde Lama. Pada Orde Lama sudah mulai diadakan ujian-ujian negara
yang terpusat dengan sistem kolonial yang serba ketat tetapi tetap jujur dan
mempertahankan kualitas. Hal ini didukung karena jumlah sekolah belum begitu
banyak dan guru-guru yang ditempa pada zaman kolonial. Pada zaman itu siswa dan
guru dituntut disiplin tinggi. Guru belum berorientasi kepada yang material
tetapi kepada yang ideal. Citra guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang
diciptakaan era Orde Baru sebenarnya telah dikembangkan pada Orde Lama. Kebijakan
yang diambil pada Orde Lama dalam bidang pendidikan tinggi yaitu mendirikan
universitas di setiap provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk lebih memberikan
kesempatan memperoleh pendidikan tinggi. Pada waktu itu pendidikan tinggi yang
bermutu terdapat di Pulau Jawa seperti UI, IPB, ITB, Gajah Mada, dan UNAIR,
sedangkan di provinsi-provinsi karena kurangnya persiapan dosen dan
keterbatasaan sarana dan prasarana mengakibatkan kemerosotan mutu pendidikan
tinggi mulai terjadi.
c.
Era
Orde Baru
Dalam
era ini dikenal sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan
pendidikan, khususnya pendidikan dasar terjadi suatu loncatan yang sangat
signifikan dengan adanya INPRES Pendidikan Dasar. Tetapi sayang sekali INPRES
Pendidikan Dasar belum ditindaklanjuti dengan peningkatan kualitas tetapi baru
kuantitas. Selain itu sistem ujian negara (EBTANAS) telah berubah menjadi
bumerang yaitu penentuan kelulusan siswa menurut rumus-rumus tertentu. Akhirnya
di tiap-tiap lembaga pendidikan sekolah berusaha untuk meluluskan siswanya
100%. Hal ini berakibat pada suatu pembohongan publik dan dirinya sendiri dalam
masyarakat. Oleh sebab itu era Orde Baru pendidikan telah dijadikan sebagai
indikator palsu mengenai keberhasilan pemerintah dalam pembangunan.
Dalam
era pembangunan nasional selama lima REPELITA yang ditekankan ialah pembangunan
ekonomi sebagai salah satu dari TRILOGI pembangunan. Maka kemerosotan
pendidikan nasional telah berlangsung. Dari hasil manipulasi ujian nasional
sekolah dasar kemudian meningkat ke sekolah menengah dan kemudian meningkat ke
sekolah menengah tingkat atas dan selanjutnya berpengaruh pada mutu pendidikan
tinggi. Walaupun pada waktu itu pendidikan tinggi memiliki otonomi dengan
mengadakan ujian masuk melalui UMPTN, tetapi hal tersebut tidak menolong. Pada
akhirnya hasil EBTANAS juga dijadikan indikator penerimaan di perguruan tinggi.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi maka pendidikan tinggi negeri mulai
mengadakan penelusuran minat dari para siswa SMA yang berpotensi. Cara tersebut
kemudian diikuti oleh pendidikan tinggi lainnya.
Di samping
perkembangan pendidikan tinggi dengan usahanya untuk mempertahankan dan
meningkatkan mutunya pada masa Orde Baru muncul gejala yaitu tumbuhnya
perguruan tinggi swasta dalam berbagai bentuk. Hal ini berdampak pada mutu
perguruan semakin menurun walaupun dibentuk KOPERTIS-KOPERTIS sebagai bentuk
birokrasi baru.
d.
Era
Reformasi
Indonesia sejak
tahun 1998 merupakan era transisi dengan tumbuhnya proses demokrasi. Demokrasi
juga telah memasuki dunia pendidikan nasional antara lain dengan lahirnya
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam bidang
pendidikan bukan lagi merupakan tanggung jawab pemerintah pusat tetapi
diserahkan kepada tanggung jawab pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam
Undang – Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, hanya beberapa
fungsi saja yang tetap berada di tangan pemerintah pusat. Perubahan dari sistem
yang sentralisasi ke desentralisasi akan membawa konsekuensi-konsekuensi yang
jauh di dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Selain
perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi yang membawa banyak perubahan
juga bagaimana untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam menghadapi
persaingan bebas abad ke-21. Kebutuhan ini ditampung dalam Undang-Undang No. 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta pentingnya tenaga guru dan dosen
sebagai ujung tombak dari reformasi pendidikan nasional. Sistem Pendidikan
Nasional Era Reformasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
diuraikan dalam indikator-indikator akan keberhasilan atau kegagalannya, maka
lahirlah Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan yang kemudian dijelaskan dalam Permendiknas RI.
Di
dalam masyarakat Indonesia dewasa ini muncul banyak kritikan baik dari praktisi
pendidikan maupun dari kalangan pengamat pendidikan mengenai pendidikan
nasional yang tidak mempunyai arah yang jelas. Dunia pendidikan sekarang ini
bukan merupakan pemersatu bangsa tetapi merupakan suatu ajang pertikaian dan
persemaian manusia-manusiaa yang berdiri sendiri dalam arti yang sempit,
mementingkan diri dan kelompok.
Menurut H.A.R. Tilaar, hal tersebut disebabkan adanya dua kekuatan besar yaitu kekuatan politik dan kekuatan ekonomi. Kekuatan Politik : Pendidikan masuk dalam subordinasi dari kekuatan-kekuatan politik praktis, yang berarti pendidikan telah dimasukkan ke dalam perebutan kekuasaan partai-partai politik, untuk kepentingan kekuatan golongannya. Pandangan politik ditentukan oleh dua paradigma yaitu paradigma teknologi dan paradigma ekonomi. Paradigma teknologi mengedepankan pembangunan fisik yang menjamin kenyaman hidup manusia. Paradigma ekonomi lebih mengedepankan pencapaian kehidupan modern dalam arti pemenuhan-pemenuhan kehidupan materiil dan mengesampingkan kebutuhan non materiil duniawi. Contoh pengembangan dana 20%.
Menurut H.A.R. Tilaar, hal tersebut disebabkan adanya dua kekuatan besar yaitu kekuatan politik dan kekuatan ekonomi. Kekuatan Politik : Pendidikan masuk dalam subordinasi dari kekuatan-kekuatan politik praktis, yang berarti pendidikan telah dimasukkan ke dalam perebutan kekuasaan partai-partai politik, untuk kepentingan kekuatan golongannya. Pandangan politik ditentukan oleh dua paradigma yaitu paradigma teknologi dan paradigma ekonomi. Paradigma teknologi mengedepankan pembangunan fisik yang menjamin kenyaman hidup manusia. Paradigma ekonomi lebih mengedepankan pencapaian kehidupan modern dalam arti pemenuhan-pemenuhan kehidupan materiil dan mengesampingkan kebutuhan non materiil duniawi. Contoh pengembangan dana 20%.
Kekuatan
Ekonomi: Manusia Indonesia tidak terlepas dari modernisasi seperti teknologi
informasi dan teknologi komunikasi. Neoliberalisme pendidikan membawa dampak
positif dan negatif. Positifnya yaitu pendidikan menunjang perbaikan hidup dan
nilai negatifnya yaitu mempersempit tujuan pendidikan atas pertimbangan
efisiensi, produksi, dan menghasilkan manusia-manusia yang dapat bersaing,
yaitu pada profit orientit yang mencari keuntungan sebesar-besarnya terhadap
investasi yang dilaksanakan dalam bidang pendidikan. Demi mencapai efisiensi
dan kualitas pendidikan maka disusunlah beberapa upaya standardisasi. Untuk
usaha tersebut maka muncul konsep-konsep seperti : Ujian Nasional. Dalam
menyusun RENSTRA Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005 – 2009 lebih
menekankan pada manajemen dan kepemimpinan bukan masalah pokok yaitu
pengembangan anak Indonesia. Anak Indonesia dijadikan obyek, anak Indonesia
bukan merupakan suatu proses humanisasi atau pemanusiaan. Anak Indonesia
dijadikan alat untuk menggulirkan suatu tujuan ekonomis yaitu pertumbuhan,
keterampilan, penguasaan skil yang dituntut dalam pertumbuhan ekonomi.
4.
Permasalahan
yang ada dalam pendidikan Indonesia
Pendidikan di Indonesia tidak dapat berjalan dengan
lancar sesuai dengan apa yang telah direncanakan,
ada saja masalah yang timbul dan kekurangan-kekurangan dalam menjalankannya.
Beberapa permasalahan yang timbul Rendahnya Kualitas Sarana Fisik dan juga efektifitas,
efisiensi dan standarisasi pengajaran.
Untuk sarana fisik misalnya,
banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi yang gedungnya rusak dan tidak layak
digunakan, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan
tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi
informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak
memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki
laboratorium dan sebagainya.
a.
Rendahnya
Kualitas Guru
Keadaan guru
di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki
profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut
dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan
pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan
dinyatakan tidak layak mengajar. Meskipun guru dan pengajar bukan satu-satunya
faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik
sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar
memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung
jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih
rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
b.
Rendahnya
Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam
membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang tidak
mencukupi untuk kehidupannya pantas saja, banyak guru terpaksa melakukan
pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada
sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang
pulsa ponsel, dan sebagainya. Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali
kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah
memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan
dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi
gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau
tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka
yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain
yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit
mencapai taraf ideal.
c.
Rendahnya
Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana
fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun
menjadi tidak memuaskan. Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat dan
kurangnya pengetahuan yang cukup, siswa memanfaatkan teknolgi tidak dalam hal
positif tetapi cenderung negative. Kurangnya pembelajaran perilaku dalam
pendidikannya saat ini cukup banyak siswa yang bertengkar antar sekolah hanya
dikarenakan hal yang sedikit. Pengaruh-pengaruh lingkungan dapat menghambat
prestasi siswa.
d.
Kurangnya
Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas didaerah-daerah
terpencil. Di kota dan di daerah pendidikan terlihat perbedaannya, yaitu jika
di kota-kota pendidikan lebih baik serta mudah didapati dan fasilitas juga
cukup memenuhi, tetapi jika di daerah pendidikan sulit untuk didapatkan karena
dari biaya, letak sekolah yang jauh, sarana sekolah dan guru yang mengajar.
Jadi pemerataan dalam kesempatan anak Indonesia untuk mendapatkan pendidikan
sangat kurang, khususnya di daerah-daerah terpencil.
e.
Mahalnya
Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering
muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat
untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman
Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak
memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh
sekolah. Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000 sampai
Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa
mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang
ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen
Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai
upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan.
Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu
disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas
modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan
uang selalu berkedok, "sesuai keputusan Komite Sekolah". Namun, pada
tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi
pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala
Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala
Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab
negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU
tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari
milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan
politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat
melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan
hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan
Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh
kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada
melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
5.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Berkembangnya Masalah Pendidikan di Indonesia
a.
Perkembangan
IPTEK dan Seni
·
Perkembangan
IPTEK
Terdapat
hubungan yang erat antara pendidikan dengan IPTEK. Ilmu pengetahuan merupakan
hasil eksplorasi secara system dan terorganisasi mengenai alam semesta, dan
teknologi adalah penerapan yang direncanakan dari ilmu pengetahuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Sebagai contonya yaitu sering suatu
teknologi baru yang digunakan dalam suatu proses produksi menimbulkan kondisi
ekonomi social baru lantaran perubahan persyaratan kerja, dan mungkn juga
penguraian jumlah tenaga kerja atau jam kerja, kebutuhan bahan-bahan baru,
system pelayanan baru, sampai kepada berkembangnya gaya hidup baru, kondisi
tersebut minimal dapat mempengaruhi perubahan isi pendidikan dan metodenya,
bahkan mungkin rumusan baru tunjangan pendidikan, otomatis juga sarana
penunjangnya seperti sarana laboratorum dan ketenangan,. Semua perubahan
tersebut tentu membawa masalah dalam skala nasional yang tidak sedikit memakan
biaya.
·
Perkembangan
Seni
Kesenian
merupakan aktivitas berkreasi manusia, secara individual ataupun kelompok yang
menghasilkan sesuatu yang indah. Berkesenian menjadi kebutuhan hidup manusia.
Melalui kesenian manusia dapat menyalurkan dorongan berkreasi (mencipta) yang
bersifat orisinil (bukan tiruan)dan dorongan spontanitas dalam menemukan
keindahan. Seni membutuhkan pengembangan.
Di lihat
dari tujuan segi pendidikan yaitu terbentuknya manusia seutuhnya, aktivitas
kesenian mempunyai andil yang besar karena dapat mengisi pengembangan dominan
afektif khususnya emosi yang positif dan konstruktif serta keterampilan di
samping domain kognitif yang sudah di garap melalui program/bidang studi yang
lain.
Di lihat dari segi lapangan kerja,
dewasa ini dunia seni dengan segenap cabangnya telah mengalami perkembangan
pesat dan semakin mendapat tempat dalam kehidupan masyarakat.
b.
Laju
Pertumbuhan Penduduk
Masalah
kependudukan dan kependidikan bersumber pada 2 hal, yaitu :
1.
Pertambahan
penduduk
Dengan bertambahnya jumlah penduduk,
maka penyediaan prasarana dan sarana pndidikan beserta komponen penunjang
terselenggaranya pendidikan harus di tambah. Dan ini berarti beban
pembangunan nasional menjadi bertambah. Pertambahan penduduk yang dibarengi
dengan meningkatnya usia rata-rata dan penurunan angka kematian, mengakibatkan
berubahnya struktur kependudukan. Dengan demikian terjadi pergeseran permintaan
akan fasilitas pendidikan.
2.
Penyebaran
penduduk
Penyebaran penduduk di seluruh
pelosok tanah air tidak merata.Adadaerah yang padat penduduk dan ada pula yang
jarang penduduknya. Hal itu akan menimbulkan kesulitan dalam penyediaan sarana
pendidikan. Sebagai contohnya adalah dibangunnya SD kecil untuk melayani
kebutuhan akan pendidikan di daerah terpencil, di samping SD yang regular.
Disamping persebaran pendudukdengan pola statis tersebut, juga perlu
diperhitungkan adanya arus perpindahan penduduk dari desa kekotayang terus
menerus terjadi. Peristiwa ini menimbulkan pola yang dinamis dan labil yang
lebih menyulitkan perencanaan penyediaan sarana pendidikan. Pola yang labil ini
juga akan merusak pola pasaran kerja yang seharusnya menjadi acuan dalam
pengadaan tenaga kerja.
c.
Aspirasi
Masyarakat
Orang mulai melihat bahwa untuk
dapat hidup yang lebih layak dan sehat harus ada pekerjaan yang tetap dan
menopang, dan pendidikan memberikan jaminan untuk memperoleh pekerjaan yang
layak dan menetap itu. Pendidikan di anggap memberikan jaminan bagi peningkatan
taraf hidup dan pendakian ditangga sosial.
d.
Keterbelakangan
Budaya dan Sarana Kehidupan
Sesungguhnya tidak ada kebudayaan
yang secara mutlak statis, tidak mengalami perubahan. Sekurang-kurangnya bagian
unsur-unsurnya berubah jika tidak seluruhnya secara utuh. Tidak ada kebudayaan
yang tidak berubah. Berubahnya unsur-unsur kebudayaan tersebut tidak selalu
bersamaan satu dengan yang lain. Ada unsur yang lebih cepat dan ada yang lambat
laun berubah, namun yang jelas terjadinya perubahan tidak pernah terhenti
sepanjang masa, bahkan perubahan baru ke arah negatif.
Perubahan
kebudayaan terjadi karena adanya penemuan baru dari luar maupun dari dalam masyarakat
itu sendiri. Keterbelakangan budaya terjadi karena :
·
Letak
geografis tempat tinggal suatu masyarakat (misal terpencil).
·
Penolakan
masyarakat terhadap datangnya unsur budaya baru karena tidak dipahami atau
karena dikhawatirkan akan merusak sendi masyarakat.
·
Ketidakmampuan
masyarakat secara ekonomis menyangkut unsur kebudayaan tersebut. Sehubungan
dengan faktor penyebab terjadinya keterbelakangan budaya umumya dialami oleh masyarakat
daerah terpencil, masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis, serta masyarakat
yang kurang terdidik.
6.
Solusi
dalam menghadapi permasalah yang ada
Untuk
mengatasi masalah yang ada dalam pendidikan dibutuhkan turut ikut campur tangan
pemerintah yang sangat besar dalam pengaruh pembentukan pendidikan yang baik.
Pemerintah harusmenyediakan sarana pembelajaran yang memenuhi standar
pendidikan, meratakan hak anak bangsa Indonesia untuk bersekolah dan
mendapatkan biaya sekolah yang murah ataupun gratis, agar sumber daya manusia
yang diciptakan-pun akan baik dan mempengaruhi masa depan Indonesia.
Masalah kualitas guru di tingkatkan lagi, misalkan
dalam menerima pekerja yang mendaftar menjadi guru lebih diperhatikan dan gaji
guru pun disesuaikan agar guru-guru menjadi semangat dan baik dalam mengajar
dan juga dapat menciptakan siswa-siswa yang berprestasi.
Dan untuk memacu siswa agar bias lebih berprestasi
lagi, mungkin saja dengan menyesuaikan bagaimana cara pembelajaran siswa agar
materinya dapat dimengerti oleh siswa. Tidak harus dengan cara memberikan
banyak pekerjaan rumah, tapi bagaimana cara agar siswa tersebut bisa senang
mendapat dengan segala macam materi, dan dengan sendirinya siswa tersebut juga
akan mengerti apa yang dipelajarinya.
BAB III. PENUTUP
1.
Kesimpulan
Kualitas
pendidikan di Indonesia sebenarnya tidak kalah dengan kualitas pendidikan di
luar negeri, hanya saja masih banyak kendalanya. Menurut penulis, kendala dalam
pendidikan harusnya tidak mematahkan semangat untuk belajar. Karena
pembelajaran tidak hanya didapat dari kegiatan belajar di sekolah atau tempat
pembelajaran formal, tetapi dari lingkungan sekitar. Banyak membaca juga merupakan pendidikan.
Oleh karena itu
harusnya tidak ada alasan untuk tidak belajar, karena pendidikan bisa didapat
tidak hanya di sekolah tapi dimana pun kita berada.
2.
Saran
Pemerintah lebih memperhatikan fakta
yang ada di lapangam, bahwa masih banyak sekolah yang kurang layak untuk
digunakan, banyak guru yang kurang berkualitas, dan juga masalah lain mengenai
pendidikan. Jika ingin mutu pendidikan di Indonesia lebih baik, maka segala
kendala harusnya ditangani dengan baik agar siswa dapat belajar dengan efektif.
Untuk orang tua murid juga harus
memperhatikan bagaimana anak belajar dirumah agar bisa lebih berprestasi lagi
karena waktu yang digunakan untuk belajar dirumah lebih banyak daripada waktu
belajar di sekolah.
DAFTAR
PUSTAKA
·
http://gracesmada.wordpress.com/mutu-pendidikan-indonesia/